Kamis, 04 September 2014

Mengenal Posisi Devisa Neto



MENGENAL POSISI DEVISA NETO
(NET OPEN POSITION)

Sejak Juli 1997 telah terjadi krisis ekonomi dan moneter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi dan politik nasional. Memasuki tahun 1998 keadaan ekonomi semakin memburuk, nilai tukar rupiah terhadap dollar tertekan hingga ke level Rp. 16.000,- per US Dollar. Dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap valas terutama USD yang terjadi sejak pertengahan 1997 mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, kemudian terhadap perbankan dan berlanjut krisis kepercayaan terhadap pemerintah atas penanganan krisis dimaksud. Kebijakan-kebijakan moneter dalam periode ini diarahkan untuk menahan spekulasi valuta asing sekaligus mengamankan cadangan devisa. Untuk mengurangi tekanan depresiasi rupiah kebijakan moneter yang ditempuh melingkupi berbagai hal antara lain pelebaran band intervensi oleh Bank Indonesia, perubahan sistem nilai tukar, pengetatan likuiditas perbankan, dan pembatasan transaksi valuta asing oleh perbankan.
Dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa sebagai salah satu penyebab memburuknya kondisi perbankan nasional khususnya bank yang berstatus bank devisa, diantaranya adalah tidak terkendalinya posisi devisa neto yang dimiliki. Untuk itu Bank Indonesia menetapkan suatu regulasi mengenai Posisi Devisa Neto Bank Umum agar tidak menimbulkan kerugian yang relatif besar akibat banyaknya transaksi spekulasi perbankan terutama pada saat pergerakan kurs cukup fluktuatif dan pada akhirnya bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Posisi Devisa Neto atau Net Open Position adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing ditambahkan dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing yang semuanya dinyatakan dalam rupiah.
Aktiva valuta asing sebagaimana dimaksud adalah terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro pada Bank Indonesia), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, surat berharga, kredit yang diberikan, nilai bersih wesel ekspor yang telah diambil alih, rekening antar kantor aktiva dan tagihan lainnya, dalam valuta asing baik kepada penduduk maupun bukan penduduk.
Pasiva valuta asing yang dimaksud terdiri dari giro, deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan impor, rekening antar kantor pasiva dan kewajiban lainnya dalam valuta asing baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.
Rekening administrasi yang dimaksud adalah rekening dalam valuta asing yang dapat menimbulkan tagihan dan atau kewajiban dimasa mendatang yang merupakan komitmen dan kontinjensi yang mencakup bank garansi maupun L/C yang dipastikan menjadi kewajiban bank setelah dikurang margin deposit, spot, serta transaksi derivatif antara lain transaksi forward, option, dan future, maupun produk-produk lain yang sejenis baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.
Posisi devisa neto  pertama sekali diatur oleh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia no. 31/178/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ini muncul dilatarbelakangi dengan  timbulnya produk-produk baru sejalan dengan perkembangan pasar valuta asing yang semakin meningkat yang mengakibatkan peningkatan risiko yang dihadapi bank. Dengan meningkatnya risiko yang dihadapi bank perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan valuta asing secara lebih baik.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum ini kemudian dicabut dan untuk selanjutnya ketentuan posisi devisa neto diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank Umum. Dalam perkembangannya telah terjadi dua kali perubahan atas Peraturan Bank Indonesia  (PBI) no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 ini yaitu melalui Peraturan Bank Indonesia nomor 6/20/PBI/2004 tanggal 15 Juli 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank Umum dan melalui Peraturan Bank Indonesia no. 7/37/PBI/2005 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank Umum. Terakhir ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto Ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 12/10/PBI/2010 tanggal 1 Juli 2010.
Perubahan-perubahan tersebut didasari oleh perkembangan produk-produk valuta asing yang makin bervariasi dengan sendirinya mendatangkan potensi risiko yang semakin bervariasi pula. Disamping itu untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional perlu terus diciptakan stabilitas nilai tukar Rupiah sehingga ketentuan tentang posisi devisa neto perlu penyesuaian sesuai perkembangan zaman.
Melalui Peraturan Bank Indonesia no. 7/37/PBI/2005 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank Umum tersebut Bank Indonesia mengatur posisi devisa neto bank umum antara lain  : Bank wajib mengelola dan memelihara posisi devisa neto dalam setiap tenggang 30 menit secara keseluruhan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari modal. Posisi devisa neto dimaksud adalah penjumlahan antara posisi devisa neto secara keseluruhan akhir hari kerja sebelumnya dengan posisi terbuka tresuri setiap setiap 30 menit pada hari kerja berjalan. Posisi terbuka tresuri setiap 30 menit pada hari kerja berjalan merupakan selisih bersih antara transaksi jual dan transaksi beli dan jumlah valuta asing yang terkait dengan kegiatan tresuri bank setiap 30 menit pada hari kerja berjalan.
Mengapa posisi devisa neto perlu dikelola dengan baik? Pada dasarnya setiap transaksi jual beli valas mengandung risiko kurs karena menyebabkan adanya posisi yang terbuka (open position) pada mata uang tertentu yang dapat menjadi alat spekulasi bagi bank dengan tujuan memperoleh keuntungan dari selisih kurs. Posisi terbuka tersebut menyebabkan adanya potensi keuntungan jika kurs menguat pada saat posisi long atau kurs melemah pada saat posisi short dan potensi kerugian jika kurs menguat pada saat posisi short atau kurs melemah pada saat posisi long. Yang dimaksud posisi long adalah kondisi dimana aktiva valas lebih besar dibandingkan pasiva valas dan yang dimaksud posisi short adalah kondisi dimana aktiva valas lebih kecil dibandingkan dengan pasiva valas.
Semakin besar posisi (long atau short) yang dimiliki maka potensi keuntungan maupun kerugian tersebut akan semakin besar, sehingga jika terjadi pergerakan kurs maka jumlah posisi akan menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh atau seberapa besar kerugian yang diderita. Dengan demikian posisi devisa neto perlu dikelola dengan baik untuk meminimalisir risiko kurs.
Secara makro pembatasan posisi devisa neto bank umum bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing. Pada saat kurs valas menguat (ex. USD menguat terhadap IDR) maka kecenderungan pelaku pasar (dhi. bank devisa) akan menahan USD yang dimiliki dan membeli USD di pasar untuk mengambil posisi (building position) dengan harapan kurs USD akan terus menguat terhadap IDR. Pada kondisi ini ketersediaan USD di pasar akan semakin langka sehingga nilai tukarnya akan semakin menguat terhadap IDR. Demikian juga posisi devisa neto perbankan akan naik sebagai akibat besarnya posisi terbuka valas yang dimiliki. Dengan adanya pembatasan posisi devisa neto maksimum 20% dari modal bank, maka pembelian valas oleh bank devisa dapat dibatasi sehingga dapat menjadi salah satu alat bagi Bank Indonesia dan OJK selaku otoritas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap valuta asing.
Pelanggaran terhadap ketentuan posisi devisa neto dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 Undang-Undang no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 10 tahun 1998, antara lain berupa :
1.    Teguran tertulis.
2.    Mempengaruhi tingkat kesehatan bank.
3.    Pembekuan kegiatan usaha tertentu.
4.    Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pengurus dan pemilik bank.
5.    Kewajiban bank membayar denda Rp 250 Juta/hari pelanggaran dengan denda maksimal Rp 5 Milyar/tahun.
6.    Selain bentuk sanksi di atas, terhadap jenis pelanggaran tertentu akan dikenakan tambahan berupa dilakukan proses fit & proper test dan/atau penilaian tingkat kesehatan bank.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan posisi devisa neto bagi bank devisa sangat penting dilakukan untuk meminimalisir risiko kerugian akibat pergerakan kurs. Pengetahuan dan kesadaran tentang pengelolaan posisi devisa neto yang optimal perlu dimiliki oleh setiap personil yang terkait dengan transaksi valuta asing karena dengan memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik tentang posisi devisa neto semua pihak dapat menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola aktiva dan pasiva valas untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian akibat transaksi valas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar