MENGENAL POSISI DEVISA NETO
(NET OPEN POSITION)
Sejak Juli 1997
telah terjadi krisis ekonomi dan moneter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi
dan politik nasional. Memasuki tahun 1998 keadaan ekonomi semakin memburuk,
nilai tukar rupiah terhadap dollar tertekan hingga ke level Rp. 16.000,- per US
Dollar. Dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap valas terutama USD yang
terjadi sejak pertengahan 1997 mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap
rupiah, kemudian terhadap perbankan dan berlanjut krisis kepercayaan terhadap
pemerintah atas penanganan krisis dimaksud. Kebijakan-kebijakan moneter dalam
periode ini diarahkan untuk menahan spekulasi valuta asing sekaligus
mengamankan cadangan devisa. Untuk mengurangi tekanan depresiasi rupiah
kebijakan moneter yang ditempuh melingkupi berbagai hal antara lain pelebaran
band intervensi oleh Bank Indonesia, perubahan sistem nilai tukar, pengetatan
likuiditas perbankan, dan pembatasan transaksi valuta asing oleh perbankan.
Dalam beberapa
kasus menunjukkan bahwa sebagai salah satu penyebab memburuknya kondisi
perbankan nasional khususnya bank yang berstatus bank devisa, diantaranya
adalah tidak terkendalinya posisi devisa neto yang dimiliki. Untuk itu Bank
Indonesia menetapkan suatu regulasi mengenai Posisi Devisa Neto Bank Umum agar
tidak menimbulkan kerugian yang relatif besar akibat banyaknya transaksi
spekulasi perbankan terutama pada saat pergerakan kurs cukup fluktuatif dan
pada akhirnya bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Posisi Devisa Neto
atau Net Open Position adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai
absolut untuk jumlah dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk
setiap valuta asing ditambahkan dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban
baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif
untuk setiap valuta asing yang semuanya dinyatakan dalam rupiah.
Aktiva valuta
asing sebagaimana dimaksud adalah terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro
pada Bank Indonesia), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito,
margin deposit, surat berharga, kredit yang diberikan, nilai bersih wesel
ekspor yang telah diambil alih, rekening antar kantor aktiva dan tagihan
lainnya, dalam valuta asing baik kepada penduduk maupun bukan penduduk.
Pasiva valuta
asing yang dimaksud terdiri dari giro, deposit on call, deposito berjangka,
sertifikat deposito, margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan impor,
rekening antar kantor pasiva dan kewajiban lainnya dalam valuta asing baik
terhadap penduduk maupun bukan penduduk.
Rekening
administrasi yang dimaksud adalah rekening dalam valuta asing yang dapat
menimbulkan tagihan dan atau kewajiban dimasa mendatang yang merupakan komitmen
dan kontinjensi yang mencakup bank garansi maupun L/C yang dipastikan menjadi
kewajiban bank setelah dikurang margin deposit, spot, serta transaksi derivatif
antara lain transaksi forward, option, dan future, maupun produk-produk lain
yang sejenis baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.
Posisi devisa
neto pertama sekali diatur oleh Bank
Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia no. 31/178/KEP/DIR
tanggal 31 Desember 1998 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum. Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia ini muncul dilatarbelakangi dengan timbulnya produk-produk baru sejalan dengan
perkembangan pasar valuta asing yang semakin meningkat yang mengakibatkan
peningkatan risiko yang dihadapi bank. Dengan meningkatnya risiko yang dihadapi
bank perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan valuta asing
secara lebih baik.
Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum ini kemudian
dicabut dan untuk selanjutnya ketentuan posisi devisa neto diatur melalui
Peraturan Bank Indonesia (PBI) no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang
Posisi Devisa Bank Umum. Dalam perkembangannya telah terjadi dua kali perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) no.
5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 ini yaitu melalui Peraturan Bank Indonesia
nomor 6/20/PBI/2004 tanggal 15 Juli 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank
Umum dan melalui Peraturan Bank Indonesia no. 7/37/PBI/2005 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003
tentang Posisi Devisa Bank Umum. Terakhir ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto
Ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 12/10/PBI/2010 tanggal 1 Juli 2010.
Perubahan-perubahan
tersebut didasari oleh perkembangan produk-produk valuta asing yang makin
bervariasi dengan sendirinya mendatangkan potensi risiko yang semakin
bervariasi pula. Disamping itu untuk mendukung pertumbuhan perekonomian
nasional perlu terus diciptakan stabilitas nilai tukar Rupiah sehingga
ketentuan tentang posisi devisa neto perlu penyesuaian sesuai perkembangan
zaman.
Melalui Peraturan
Bank Indonesia no. 7/37/PBI/2005 perihal Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia no. 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Bank
Umum tersebut Bank Indonesia mengatur posisi devisa neto bank umum antara lain : Bank wajib mengelola dan memelihara posisi
devisa neto dalam setiap tenggang 30 menit secara keseluruhan paling tinggi 20% (dua puluh
perseratus) dari modal. Posisi devisa neto dimaksud adalah penjumlahan antara
posisi devisa neto secara keseluruhan akhir hari kerja sebelumnya dengan posisi
terbuka tresuri setiap setiap 30 menit pada hari kerja berjalan. Posisi
terbuka tresuri setiap 30 menit pada hari kerja berjalan merupakan selisih bersih antara
transaksi jual dan transaksi beli dan jumlah valuta asing yang terkait dengan
kegiatan tresuri bank setiap 30 menit pada hari kerja berjalan.
Mengapa posisi
devisa neto perlu dikelola dengan baik? Pada dasarnya setiap transaksi jual
beli valas mengandung risiko kurs karena menyebabkan adanya posisi yang terbuka
(open position) pada mata uang tertentu yang dapat menjadi alat spekulasi bagi
bank dengan tujuan memperoleh keuntungan dari selisih kurs. Posisi terbuka
tersebut menyebabkan adanya potensi keuntungan jika kurs menguat pada saat
posisi long atau kurs melemah pada saat posisi short dan potensi kerugian jika
kurs menguat pada saat posisi short atau kurs melemah pada saat posisi long. Yang
dimaksud posisi long adalah kondisi dimana aktiva valas lebih besar
dibandingkan pasiva valas dan yang dimaksud posisi short adalah kondisi dimana
aktiva valas lebih kecil dibandingkan dengan pasiva valas.
Semakin besar
posisi (long atau short) yang dimiliki maka potensi keuntungan maupun kerugian
tersebut akan semakin besar, sehingga jika terjadi pergerakan kurs maka jumlah
posisi akan menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh atau seberapa
besar kerugian yang diderita. Dengan demikian posisi devisa neto perlu dikelola
dengan baik untuk meminimalisir risiko kurs.
Secara makro pembatasan
posisi devisa neto bank umum bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah terhadap valuta asing. Pada saat kurs valas menguat (ex. USD menguat
terhadap IDR) maka kecenderungan pelaku pasar (dhi. bank devisa) akan menahan
USD yang dimiliki dan membeli USD di pasar untuk mengambil posisi (building
position) dengan harapan kurs USD akan terus menguat terhadap IDR. Pada kondisi
ini ketersediaan USD di pasar akan semakin langka sehingga nilai tukarnya akan
semakin menguat terhadap IDR. Demikian juga posisi devisa neto perbankan akan
naik sebagai akibat besarnya posisi terbuka valas yang dimiliki. Dengan adanya
pembatasan posisi devisa neto maksimum 20% dari modal bank, maka pembelian
valas oleh bank devisa dapat dibatasi sehingga dapat menjadi salah satu alat
bagi Bank Indonesia dan OJK selaku otoritas untuk menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah terhadap valuta asing.
Pelanggaran
terhadap ketentuan posisi devisa neto dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 Undang-Undang no. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 10 tahun 1998,
antara lain berupa :
1. Teguran tertulis.
2. Mempengaruhi tingkat kesehatan bank.
3. Pembekuan kegiatan usaha tertentu.
4. Pencantuman anggota pengurus, pegawai
bank, pemegang saham dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pengurus
dan pemilik bank.
5. Kewajiban bank
membayar denda Rp 250 Juta/hari pelanggaran dengan denda maksimal Rp 5
Milyar/tahun.
6. Selain
bentuk sanksi di atas, terhadap jenis pelanggaran tertentu akan dikenakan
tambahan berupa dilakukan proses fit & proper test dan/atau penilaian
tingkat kesehatan bank.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan posisi devisa neto bagi bank
devisa sangat penting dilakukan untuk meminimalisir risiko kerugian akibat
pergerakan kurs. Pengetahuan dan kesadaran tentang pengelolaan posisi devisa
neto yang optimal perlu dimiliki oleh setiap personil yang terkait dengan
transaksi valuta asing karena dengan memiliki pengetahuan dan kesadaran yang
baik tentang posisi devisa neto semua pihak dapat menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam mengelola aktiva dan pasiva valas untuk memaksimalkan
keuntungan dan meminimalisir kerugian akibat transaksi valas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar